Front Office

Minggu, 13 November 2011

Atobe, is it your love or ... (chapter 4)

AKHIRNYA!!! 
FF Atobe kali ini berhasil diselesaikan #tebar-tebar confeito
Ada yang mau mijetin punggung dan pikiran saya #gimana mau nya coba?


Lagi-lagi, karena FF ini ditunggu-tunggu para readers sekalian, terpaksa saya menelantarkan 3 FF berharga lainnya. Dan karena itu, musim teror pun lewat sudah. Buat teror selanjutnya, lakukan setahun lagi ya?
Lama? Ya memang. Tapi ini tidak sebanding dengan penantian FF lain yang tidak terjamah. 





WARNING: Sama seperti chapter sebelumnya, FF ini tidak cocok dibaca untuk readers dibawah 18 tahun. 18 tahun lho ya! Bukan 17 lagi. Jangan salah mengartikan bahwa Atobe se-napsong ini, karena ini hanyalah FF yang saya buat dengan karakter yang saya comot dari tenipuri karya Pakdhe TakeKon.

Disclaimer : Pakdhe Takehi Konomi, jangan marah ya Atobe nya saya buat begini. Saya cuman pinjem karakternya doang. 



Atobe, is it your love or ...
Chapter 4
by Aoyagi VeRin





Sekembalinya dari ‘Tantangan Cinta’ -begitu aku menyebutnya- kami kembali bertengkar. Bagaimana tidak! Bisa-bisanya Keigo menertawakan caraku berjalan yang mirip gorila. GORILA saudara-saudara! Yang jalannya seperti menekuk lutut sambil membuka kaki selebar bahu. Memang karena siapa juga aku jadi berjalan seperti ini!

Sial! Bagian selangkanganku benar-benar sakit. Ini semua pasti karena yang diperbuat Keigo tadi. Memasukkan ’milik’nya ke ’lubang’ milikku. Memang tidak terasa seperti paksaan pada akhirnya untukku. Tapi tetap saja berada di posisi yang sama dalam beberapa menit membuat pinggangku encok!

Ngg..tapi, tunggu sebentar. Kenapa bisa cukup ya milik Keigo masuk ke lubangku yang kecil. Meskipun hanya sekilas, aku yakin kalau punya Keigo cukup besar untuk masuk ke lubang kecil milikku. Ohh! Pantas saja tadi terasa sakit saat dia memasukkannya! Dasar Keigo bodoh! Seenaknya saja main masuk. Dia tahu tidak sih kalau rasanya sakit? Kulirik dengan sebal wajah Keigo yang masih menahan tawa.

Kalau tidak salah, Keigo bilang kalau aku mengeluarkan darah ya? Apa itu akibat masuknya punya Keigo ke tempatku?


“Akhhh! Keigo sakit! Lepas! Apa yang kau masukkan?! Ukhhnn!” Sesuatu yang cukup besar, yang masuk kedalam lubang vaginaku yang kecil. Seakan dipaksakan dan membuatku merasa perih didalamnya. Aku mencoba untuk mendorong tubuh Keigo agar menjauh dan melepaskan apa yang dia masukkan kedalam lubang milikku yang menyesakkan tersebut.

“...Syukurlah, kau masih perawan saat melakukannya denganku. Ada darah yang keluar dari vaginamu.”

“..Hanya oresama yang boleh memasukkannya ke dalam lubang milikmu. Mengerti?”

“..Kau tampak menikmatinya, Ai. Ingin kulanjutkan lebih dalam lagi?” tanya kembali Keigo, sambil tetap memaju-mundurkan ‘batang’ miliknya.


Kepalaku mengepulkan asap putih saat mengingat apa yang terjadi beberapa jam yang lalu. Kembali kulirik ia, sembunyi-sembunyi. Orang yang pertama melihat tubuhku. Orang yang pertama melakukannya denganku. Atobe Keigo.

”Hmp..apa? Kenapa wajahmu berganti ekspresi terus?” tanya Keigo padaku.

”A-apa? Tidak.”

”Jangan bohong. Dengan kemampuan insight Oresama, Oresama tidak pernah salah mengartikan ekspresi seseorang.”

’Narsisnya keluar’

”Pertama benci, lalu malu-malu, kembali jadi tatapan benci, kemudian wajahmu merah.” jelasnya. ”Kau tidak sadar?”

Wajahku langsung memanas. Bukan karena ucapan Keigo yang membuatku terpana, tapi karena ia sudah memegang daguku untuk diciumnya. Sebuah sentuhan basah dari bibir pewaris Atobe Group mendarat dibibirku dengan cepat. Menyerang bibir ini yang tanpa pertahanan. Dari penglihatanku, Keigo tampak menikmati ciuman tersebut. Karena itu juga, perlahan kututup mataku untuk ikut menikmati. Kupegang lengan Keigo yang sedang memegang daguku karena mulai terlena dengan ciuman liarnya.  

”Lihat, kau tampak manis. Masih tidak sadar?” Secara tiba-tiba, Keigo menghentikan ciumannya disaat aku masih menikmatinya. Entah karena aku menunjukkan ekspresi ’belum puas’ atau bukan, tapi Keigo lanjut mengatakan ”Mau kulanjutkan disini?”

Ia pun kembali melumat bibirku tanpa banyak cingcong. Tanpa menunggu aku menjawabnya. Tanpa peduli tempat yang sedang kami injak sekarang. Sebuah lorong panjang yang menjadi jalan keluar satu-satunya setelah dari tempat indah tadi.

”Nn..hnn..” Inginnya memanggil Keigo, tapi yang keluar cuman ucapan tidak jelas. Dan Keigo makin dalam memainkan lidahnya dalam mulutku, sambil meraba leher dan rambutku dengan liar (kembali). Aku berusaha melawannya dengan memukul lengan Keigo, tapi ia malah menggenggam erat sebelah tanganku. Mendorong tubuhku -yang hanya setengah dari tubuhnya- ke tembok dibelakang. Terus..dan masih terus mencium dengan French Kiss andalannya.  Mencium bibirku dari kiri ke kanan, begitu juga sebaliknya.

Semenit kemudian, ia berhenti. Melihatku yang kehabisan nafas dan terengah-engah. Mengukir senyuman menggoda dibibirnya. Dengan segera aku kabur saat melihatnya lengah. 

”Eh! Airi, mau kemana!” Keigo pun segera berlari mengejarku. Adegannya seperti sepasang kekasih yang saling mengejar ditepi pantai. Tapi kalau ditepi pantai kesannya seperti orang pacaran, di lorong panjang ini seperti sipir penjara vs tahanan-nya.

’Hii..tolong jangan kejar aku Keigo!’ jeritku dalam hati, ketakutan. Jarak kami hanya 1 meter dan pastinya sedetik kemudian Keigo bisa menangkapku.

”Kena! Mau kemana kau, arn~?”

’Benar kan? Dasar atlit tenis.’ gerutuku.

”Kau tahu tidak bisa kabur dariku, tapi masih saja mau adu kecepatan.” ucap Keigo sambil memelukku dari belakang.

”Kan tidak tahu kalau tidak dicoba. Ugh..lepaskan aku Keigo.” Setengah memaksa, aku kembali mencoba melepaskan diri. Tapi pelukan cowok narsis ini makin erat.

”Semakin kau memberontak, malah tidak akan kulepaskan.” ucapnya sambil mendesah dan mencium telingaku kemudian.

”Heii! Bagian mana yang kau pegang!” teriakku seketika saat merasa tangan Keigo membuka bagian bawah bajuku.

”Pinggang.” jawabnya tanpa dosa.

”Itu yang tadi. Sekarang...jangan sembarangan buka rokku!” hardikku padanya. Cukup sudah, kalau aku tidak segera melepaskan diri, bisa-bisa ’tragedi’ itu terulang 2 kali dalam hari yang sama.

Keigo memaksa wajahku untuk menghadap ke arahnya. Menggunakan satu tangannya untuk memegang daguku dan mempertemukan bibir kami berdua. Sedang tangan satunya mulai memasuki bagian vitalku perlahan. Membuatku harus menghentikan tangannya meskipun bagian bibir kami sedang bertarung.

”Mau masuk bersama?”

”Masuk bersama, kepalamu!” bentakku. ”Menghalangi tanganmu, hentai!”

”Arn~? Tadi kau bilang apa, Ai?” tanyanya sambil terus mengorek ’milik’ku. Dengan nada mengancam.

”Keigo kumohon, lepaskan aku.” pintaku serius. ”Kan kau sendiri yang bilang kalau aku berdarah tadi? Memangnya kau tidak jijik?” Nada suaraku terdengar seperti merengek, tapi cara ini berhasil.

Keigo berhenti ”Lalu? Maksudmu?”

”Biarkan aku membersihkannya dulu.” Wajahku seperti tomat yang siap untuk dimakan, karena ucapan barusan.

Hening, cukup lama. Membuatku heran, apa Keigo tidak bisa mencerna ucapanku tadi.

”Jadi kau mau berhenti?”

”Iya.” jawabku

”Mau membersihkan darahnya dulu?”

Kujawab dengan lirih karena matian-matian menahan rasa malu. ”Err..iya.”

”Jadi kita bisa melakukannya setelah itu?”

”Begitulah,” Kujawab dengan helaan nafas lelah. ”..Eh?”

”Kita ke onsen...”

..HUWAAA!!!” aku berteriak kaget saat Keigo menggendongku di pundaknya. Persis seperti tukang bangunan mengangkut semen.

”..SEKARANG!”

”KEIGO LEPASKAN AKU!!”

#####

NORMAL VIEW

Sekumpulan remaja terlihat baru saja tiba  di onsen yang sedikit terpencil bagi sebagian orang. Dari pakaian yang mereka kenakan, jelas terlihat kalau mereka akan berlibur. Tapi tas tenis yang bertengger di pundak mengubah persepsi seseorang bahwa mereka akan melakukan pelatihan ketimbang berlibur. Dan memang, itulah yang akan mereka lakukan.

Celingukan. Hal itu yang bisa mereka lakukan. Menunggu satu orang yang belum datang.

”PANASSSS! Kemana sih si Atobe?! Belum datang-datang juga!”

”Shisido san, lebih baik berteduh saja dulu.” Sebuah suara dari si jangkung memanggil cowok yang bernama Shisido tersebut.

“Atobe belum datang? Tidak biasanya.” si muka mengantuk ikut berkomentar

”Hei Yuushi, kau tidak bisa menghubunginya?” tanya seorang cowok pendek berambut merah.

”Sudah kucoba, tapi tidak diangkat...ohh..hei Atobe.” terdengar suara dari seberang telepon pria yang disapa Yuushi ini. ”Kami sudah ada didepan onsen yang kau bilang. Jangan bilang kalau kau belum berangkat...”

”..Keigo turunkan aku!!”

”Oh...Oshitari ya? Tentu saja Oresama sudah datang. Tunggulah sebentar.”

”HEII! Lepaskan aku! Kau pikir aku karung beras, hah!”

”Sudah, jangan banyak gerak...”

Oshitari terdiam mendengar suara seorang cewek didekat Atobe. Pikirannya berspekulasi, apa cewek yang selalu mengikuti Atobe kemana-mana selama disekolah itu akan ikut pelatihan juga?

”Bagaimana Oshitari?” tanya Shisido

Ditutupnya ponsel flip berwarna biru tua tersebut ”Dia sudah disini. Kita tunggu saja.”

”Heii Jirou! Jangan tidur terus. Bangun!!” si pendek mencoba membangunkan cowok yang doyan tidur tersebut.

Yang bersangkutan bangun. Karena arwahnya belum sempat membawakan mimpi untuk dirinya. ”Hmm? Apa? Atobe sudah dateng?”

”Belum. Tapi kau betah sekali tidur ditempat panas begini sih.”

”Aa..kau mengkhawatirkanku? Gakkun arigatou~” serunya sambil memeluk si Gakkun tersebut, tetap dengan setengah tertidur.

”Eh..ehh! Jirou! Jangan tiba-tiba meluk...UWAA!!” Dan mereka berdua sukses jatuh dengan suara GEDEBUK cukup keras.  

”Mu-Mukahi san! Kau tidak apa-apa?”

”Apanya yang tidak apa-apa, Ootori! Jirou berat!! Cepat angkat dia!” perintah cowok yang disapa Mukahi ini.

”Ba-baik!!”

”Hei kau ini. Seenaknya saja menyuruh Choutarou.” Shisido melirik Mukahi dengan tajam.

”Urusai na, Ryou! Kau sendiri bukannya membantu malah diam saja.” jawab Mukahi setelah si Jirou berhasil disingkirkan.

”Memangnya urusanku.”

”Shisido san! Tidak boleh bicara seperti itu.” terdengar suara Ootori menghardiknya.

”..Cih..”




”...Lepaskan aku!”




”Atobe datang.” ucap si pria berkacamata, Oshitari, mendengar suara Airi dari kejauhan.

”Hah?” jawab semua anggota, kecuali Kabaji dan Jirou, kebingungan.




”..Sebentar lagi sampai. Jangan ribut.”

”Justru karena sebentar lagi sampai itu alasannya! Teman-temanmu nanti li...” protes Airi terhenti karena Atobe yang berhenti tiba-tiba sebelum sampai di penginapan.

Dengan berkacak pinggang dan ‘menenteng’ Airi dipundaknya, Atobe siap untuk berbicara ”Kalian! Selamat datang di penginapan cinta kami berdua.”




Hening sejenak.





”Jangan diam saja! Cepat masuk dan segera bersiap latihan!” Nada suara Atobe makin meninggi karena melihat ekspresi ‘melongo’ dari para reguler. Tck..tidak sopan, pikirnya.

”Heii Atobe! Kau pikir dia barang bisa kau gendong seperti itu!” ucap Shisido marah.

Oshitari berkomentar dengan logat Kansai-nya. ”Apa-apaan kau ini Atobe? Dia kan sudah minta turun. Lepaskan dia.” namun tetap, yang bersangkutan tidak bergeming untuk melepaskannya.

”Kau dengar kan, Keigo! Lepaskan aku!” Kali ini Airi memberontak sangat keras, membuat Atobe kaget karena tiba-tiba cewek itu meloncat dari bahunya. ”Kenapa mereka disini?”

”Pertandingan melawan Seigaku sudah dekat. Aku menyuruh mereka untuk berlatih bersama disini.” jelasnya.

Airi menjawab lirih ”Hoo..jadi itu maksud tujuanmu datang kesini?” Yang dijawab dengan dengusan nakal Atobe karena berhasil mengerjainya. Setelah menghela nafas karenanya, Airi berpamitan. Memberi kesempatan anggota reguler berbincang dengan bebas. ”Permisi, aku duluan.”

Dicobanya berjalan secara normal oleh Airi, namun Oshitari yang terkenal dengan pervert saat melihat kaki mulus cewek ini menyadari suatu keanehan.


#####

Darah mengalir dari lubang vagina milik Airi saat shower membasahi seluruh tubuhnya dari atas sampai bawah.

”Aku...sudah bukan perawan lagi ya?”

Masih terasa olehnya, cengkraman Atobe dikedua tangan yang kini tengah dipegangnya. Sedikit demi sedikit  membelai mulusnya kulit di dalam pakaian yang ia kenakan. Tanpa ampun melepaskan setiap helai pakaian tersebut hingga memperlihatkan lekuk tubuhnya secara jelas. Memperlihatkan payudaranya yang kecil dan memasukkan kedalam mulutnya untuk dicicipi. Menelurkan desahan yang nikmat untuk didengar Atobe. Menyerang bagian vitalnya yang terlihat tampak ranum setelah foreplay tersebut. Meskipun ia akui merasakan sensasi seperti merobek sesuatu yang melekat dalam tubuhmu. Tapi setelah beberapa kali Atobe melakukannya tidak terasa sakit lagi. Malah perasaan itu tergantikan dengan nafas ’menikmati’.

Airi memukulkan kepalan tangan ke tembok didepannya ”Memalukan! Kenapa bisa keluar suara seperti itu!” rutuknya kemudian.

Airi sejenak berpikir, apa sebenarnya yang membuat Atobe berbuat seperti itu? Bukankah ia berkata bahwa tidak akan memaksanya kalau Airi tidak mau melakukannya? Atau jangan-jangan itu hanya rayuannya dan gombal belaka?

’Tidak mungkin. Atobe bukan orang yang akan berbohong untuk menyenangkan orang lain.’ pikir Airi.

Lalu kejadian tadi?

#####

Airi melihat sepasang 2 anak laki-laki sedang berceloteh ria -membicarakan formasi apa yang akan mereka gunakan saat latihan nanti- saat menyapanya.

”Kazehaya...Airi san deshou?” ucap si rambut abu-abu memastikan.

”Iya. Dan kalian...pasti pasangan ganda nomor satu Hyoutei, Shisido-Ootori pair kan?”

”Hehh..bahkan pacar Atobe pun mengatakan kalau kita ganda nomer satu.” dengus Shisido tidak bangga.

”Shisido san, jangan mengatakan hal itu. Paling tidak, panggil namanya senpai.”

”Memangnya kenapa? Terserah aku dong, Choutarou.”

”Shisido san membuat Kazehaya san malu.” Diliriknya wajah Airi -diikuti Shisido- yang menahan malu sembari memalingkan muka. Namun kemudian, cewek itu seperti mengingat sesuatu.

”Kalau kalian pasangan ganda nomer satu di Hyoutei, berarti kalian yang naksir pasangan ganda perempuan nomer dua Hyoutei kan? Akiyama dan Ayase san.” ucapnya se-polos mungkin. Membalikkan semburat merah yang tadi menghinggapi Airi di wajah Shisido. Dan Ootori, kemudian.

Kaget bercampur malu, berdebar, kesal, dan ragu-ragu menghiasi wajah Shisido, ”U-urusai! Jangan bicara sembarangan,” sanggahnya. ”Memang apa buktinya kalau kau benar?”

‘Muka udah kayak strawberry siap makan, masih aja nyanggah.’ gerutu Airi dalam hati. Yang tidak dikatakannya, daripada dapat ciuman raket punya Shisido. Meskipun itu gratis. ”Tentu saja aku tahu. Aku sering melihat kalian berempat mengobrol dari tribun saat menunggu latihan Keigo. Bahkan sering memergoki Shisido san curi pandang ke Ayase.”

”Gukh,” Shisido tertohok, ”..Kau iniiiii...” ucapnya geram.

Airi tertawa geli ”Pftt..ekspresi kalian bagus sih. Mengingatkanku pada Keigo dulu.” suaranya berubah pelan di kalimat kedua.

”Heh..kau memanggilnya Keigo sekarang...”

Cewek yang lahir dimusim gugur ini membelalak kaget. Matanya menangkap sosok Atobe -yang akan menyapanya- tiba-tiba ditarik paksa masuk ke kamar oleh pemuda berkacamata.  

Firasat buruk, pikirnya.

”Pria berkacamata tadi teman kalian bukan?” tanya Airi tiba-tiba.

Pasangan Doubles ini menoleh heran setelah ber ”hahh?” ria -mengikuti arah mata cewek berambut hitam ini- mengira pemuda yang dimaksud masih disana. Namun malah balik bertanya dengan kompak ”Siapa?”

Airi beranjak dari tempatnya menuju kamar tersebut. Mengabaikan pasangan ganda putra ini.

#####

“Pasti sudah. Mereka berdua pasti sudah melakukannya.” pikir Oshitari dalam hati. Cara berjalan Airi yang terseok-seok, seperti telah melakukan sesuatu dengan posisi yang sama dalam waktu yang cukup lama. Dan sesuatu itu...

Oshitari yang menyadari keadaan hal itu, menyingkirkan Atobe dari sang pacar untuk bicara empat mata.

”Kau sudah melakukannya bukan, dengan Kazehaya Airi?”

”Melakukan apa?”

”Masih pura-pura lagi. Melihat anak itu berjalan seperti orang pincang sudah jelas kan?”

Airi yang penasaran akan gelagat Oshitari, mengikuti dan menguping pembicaraan mereka. Hanya berjarak 200 meter dari tempat Silver Pair berada.

”Apa?”

”Kau sudah pernah melakukan hubungan intim kan?” Oshitari bertanya, sambil sedikit demi sedikit mendekati Atobe.

”Kau mau apa?” dan Atobe pun mulai curiga. Airi menajamkan telinganya yang tengah  menguping

”Awalnya kau pancing dengan memegang dagunya seperti ini...” Oshitari berlanjut

”Hek?!”

”..memeluk pinggangnya,”

”Oshitari..”

”...lebih mendekatinya..”

”..kau masih normal kan?” tanya Atobe memastikan. Airi menahan napas.

”Ditelinganya, kau sebut ’Airi, aku mencintaimu..’ sambil mendesah.”

Sinyal waspada ketua klub tenis Hyoutei ini mulai memberontak ”Oshitari..lepas..kau gila.”

”Tidak lupa meraba punggungnya..”

”Hei, aku masih normal..”

”..pelan tapi pasti, kau mulai mencium dan memainkan lidahnya.” jarak mereka kini hanya satu inci. Bahkan Atobe bisa merasakan kalau hidungnya bertabrakan dengan milik Oshitari.

Kaget. Atobe terjatuh dibawah kaki Oshitari. Lututnya terasa lemas dan membuatnya terlihat OOC karena tidak memperdulikan tampang kaget nan ilfil binti jeritan ’gw bukan homo!’ kepada pembaca sekalian. ”Kalau sampai..”

Oshitari  mendatangi Atobe dan makin agresif memberikan contoh yang kelewat ‘pervert’ dari yang dilakukan Atobe sendiri. “’Bermainlah denganku..’

“..Minggir, Airi bisa salah paham kalau melihat..”

Namun terlambat.



BRAKK


Suara gebrakan keras menggema. Sebuah pintu kayu menabrak pembatas pintu geser kamar penginapan yang dimasuki sepasang ’yoia’ ini. Membuat 4 orang disekitarnya berjingkat kaget mendengarnya.

“KEIGO!” serunya. Matanya menatap tidak percaya sembari kemudian memberi tatapan mengutuk pada Atobe, bukan pada cowok yang sebenarnya jadi tersangka utama -Oshitari- sambil menahan napas bernama sabar (memang ada?). Bibir cewek ini komat-kamit tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. 

2 pelaku utama yang tertangkap basah pun tetap mempertahankan posisinya dengan tegang, menunggu ucapan yang akan meluncur dari bibir mungil Airi.

“APA YANG KAU LAKUKAN HAHH??!”

Atobe menggerutu pelan ‘Tck..apa kubilang,’ Siap mengambil posisi mengusir Oshitari diatasnya.

“..MAKAN SIANG SUDAH SIAP! YANG LAIN SUDAH MENUNGGUMU DARI TADI! CEPAT KELUAR!”

Airi berlalu pergi sambil kembali menjejakkan kaki di lantai kayu. Meninggalkan tanda tanya besar pada 4 orang yang mendengar ucapannya karena hari masih terlalu pagi untuk makan siang.

“Lihat, dia marah kan?” suara rendah dan tenang milik Atobe mengalun pertama untuk berkomentar.

“Nande ya ne?” suara beraksen Osaka terdengar setelahnya. “Jangan bilang dia cemburu karena aku?” ucapnya tanpa merasa bersalah. “Heh..makan siang dia bilang?”

Cowok bertahi lalat ini berusaha berdiri “Minggir kau Oshitari.”

Shisido dan Ootori datang, meminta penjelasan “Apa itu tadi, Atobe? Kenapa dia marah..uhh..Oshitari?” Shisido baru menyadari keberadaan Oshitari yang tadinya tertutupi oleh tubuh Atobe -yang sedang berjalan keluar kamar- “Kalian..apa yang kalian lakukan berdua dikamar sampai cewek itu marah haa?” Cowok bertopi ini bergantian menatap Oshitari didalam kamar dan Atobe yang tengah melambaikan tangan dilorong, tidak mau menjelaskan perkara tadi.

#####

“Bodoh bodoh bodoh BODOH!! KEIGO BODOH!!” teriak Airi sekencang-kencangnya setelah berlari ke luar penginapan. Dengan nafas satu-satu, ia berusaha mengatur amarah yang untuk kesekian kalinya memuncak dipagi ini. “Menyebalkan! Bukankah dia bilang kalau dia hanya menyukaiku?! Terus kenapa tadi...ughh!” omelannya terputus begitu mengingat adegan ‘ditindih dan menindih’ barusan. Kakinya menginjak-injak tanah berkali-kali, hingga kemudian menendang pohon didepan dan berakhir dengan adegan mengaduh karena rasa sakit dijempolnya.

“Sakit kan? Kau kebanyakan gaya sih.”

Suara Atobe tiba-tiba muncul dari arah bawah cewek ini. Terlalu tiba-tiba, hingga Airi hampir saja menendang wajah tampannya karena terkejut. Namun sayangnya, bisa ditepis oleh sang pemilik wajah. Malah dengan gampangnya cowok yang atlit tenis ini menghisap jempol milik Airi yang tengah berdenyut perih.

“Ke-Keigo! Apa yang sedang...heii, kakiku kotor! Kenapa malah dijilat begitu??!”

”Berisik, diamlah.” perintah Atobe. Jempol kecil Airi terlihat merah menahan sakit. Dijilatnya sedikit pada bagian tersebut dan merasakan pemilik kaki berjingkat perih.

“Sudah Keigo. Tidak sakit kok. Lepaskan!”

Atobe menyengir nakal “Kau tahu? Ada pemandangan bagus dibawah sini.” Ia berucap sambil melihat Airi yang bingung. Sedetik kemudian cewek juara beladiri ini dengan segera  menutup bagian bawah rok-nya. 

“Kau benar-benar berubah jadi cowok hentai ya selama aku tidak ada? Menciumku tanpa permisi, memaksa aku melakukan hal ‘itu’ denganmu,”

“Dengarkan aku...” Atobe mencoba menyela.

“...berulang kali kau berucap ‘Aku mencintaimu, Airi’. Tapi didepan mataku...Kenapa kau malah melakukannya dengan orang lain?!! Apalagi..dia kan..cow..”

“Sudah jangan lanjutkan lagi!” bentak Atobe Keigo. Membuat Airi terdiam. “Ukkh..kau ini. Oresama sudah melakukan hubungan intim denganmu dan kau masih mau bilang kalau Oresama homo?!” ucapnya gemas.

Airi linglung “Eh? Memangnya tidak?”

“Bodoh!” Atobe kehabisan sabar sendiri. “Dasar..dengar ya nona Kazehaya. Percaya atau tidak, tapi semua yang Oresama katakan padamu mengenai ‘aku mencintaimu’ itu semua benar.”

Sedikit demi sedikit garis merah muncul di wajah Airi begitu mendengar pengakuan Atobe. Yang entah sudah ke berapa kali itu diucapkan dalam hidupnya. “Ka-kalau begitu...kalau kau mencintaiku..”

Atobe -yang sudah berdiri- menggenggam tangan cewek tersebut yang berukuran kecil daripada tangan miliknya. Mendengarkan apa yang akan terucap dari bibir mungilnya.

“..tidak seharusnya kau memaksaku melakukan hal itu denganmu kan? Kau sendiri yang bilang kalau tidak akan memaksaku sampai aku mau.”

“Kau mau tahu alasannya?” balas Atobe cepat “Itu karena..”

“Ah..” Airi mengerang pelan saat Atobe mendorong tubuhnya ke pohon dibelakang. Lengkap dengan menggelantungkan kedua tangannya disamping kanan-kiri Airi.

“..Kau.”

“Eh?”

“Itu semua karenamu, Ai. Aku melakukannya karena kau mengatakan hal itu. Jangan pernah lagi bilang kalau aku harus menemukan orang yang lebih baik darimu. Itu menyakitkan. Menyebalkan.” Suara Atobe terdengar parau saat mengucapkan kalimat terakhir. Wajahnya menunduk lemas, membuat Airi tidak bisa melihat ekspresinya. Jadi mau tidak mau, Airi menggunakan tangannya untuk mengangkat wajah muram Atobe.

Air muka yang menderita dan takut untuk dicampakkan kembali tergambar jelas diwajah cowok ini. Terasa amat menyakitkan jika melihatnya berwajah seperti itu. Mencoba mengerti maksud penderitaan Atobe untuk dirinya, Airi mengakui satu hal yang selama ini mengganjal hatinya.

“Kau penerus tunggal Atobe Group bukan? Apa ada yang bisa aku banggakan untuk menjadi pacarmu? Apa ada yang bisa kubanggakan sebagai calon istrimu selain karena kita bersekolah di sekolah yang sama? Lalu apa yang harus aku lakukan agar bisa bersanding setara denganmu, Keigo?” Perlahan Atobe melihat ke arah Airi. “Aku memilih bertahan pada semua cemohan yang aku dapat saat pertama kali hubungan kita ketahuan orang lain. Karena kau...amat sangat percaya diri dengan membawaku kesana kemari untuk diperkenalkan sebagai kekasihmu.” Airi berucap dengan nada suara yang tidak bangga dan ekspresi sweatdrop.

“Seharusnya kau bangga dengan hal itu.”

“Tidak sama sekali.” bantah Airi cepat.

“Lalu?”

“La-lalu? Lalu..lalu..” Airi terlihat bingung untuk menjawab “..aku jadi tidak percaya diri saat bersamamu. Lebih berusaha menjauh, cuek dan sebagainya didepan orang lain.”

“Hmm..pantas waktu itu aku merasa sikapmu aneh.”

“Tapi kau tetap saja menempel padaku kan? Jadi sebenarnya semua kehebohan yang terjadi itu karena tindakanmu yang berlebihan dalam menunjukkan perasaan. Dan kau masih saja dengan tenangnya, bermesraan didepan umum..”

“Lalu kenapa?”

“..se-seperti sekarang..” berhadapan dengan wajah Atobe yang kembali menggodanya, membuat cewek berpupil coklat ini menelan ludah karena gugup. Jarak mereka hanya 5 centi, sehingga Airi tidak tahu harus menatap mata Atobe atau bibirnya. “Bu-bukan apa-apa. Tapi kan orang-orang jadi gencar mengomentari kita.”  

“Asal itu denganmu, aku tidak peduli.” Atobe melumat bibir Airi yang ada dihadapannya. Segera setelah 1 kalimat gombal tersebut diucapkan.

“Uhn..hnn..” Airi mendesah menikmati ciuman Atobe. Ciuman lembut namun dalam. Sanggup membuat Airi sedikit bergairah karena kekuatan dorongan lidah Atobe tidak begitu memaksanya. Sehingga ia lah yang harus bermain mencari lidah Atobe untuk memuaskan keinginannya. Meskipun memang, Atobe tidak mau kalah dengan Airi yang mulai ketularan pervert. “Kei..go..hentikan. nanti ada yang lihat.”

“Tidak ada yang lihat. Paling juga pepohonan disekitar kita.” Atobe mendengus senang sambil melorot ke leher Airi.

“Tapi itu..ada suara bola tenis dari dekat sini.”

Atobe terdiam. Melihat dengan kemampuan insight-nya akan keberadaan lapangan tenis yang didengar Airi. Tanpa meninggalkan aktivitas membubuhkan Kiss Mark-nya. “Biarkan saja. Mereka masih pemanasan sebelum latihan sebenarnya dimulai.”

“Shitteru?”

“Seperti kita sekarang.”

Dipeluknya tubuh Airi yang sedari tadi menempel pada badan pohon dibelakangnya. Menyesap aroma shampo murahan -bagi Atobe- yang sebenarnya sudah cukup wangi. Airi hanya berkedip ria atas tindakan Atobe yang tiba-tiba. Dan baru merasakan hawa panas dari tangan Atobe yang tengah meraba manja pakaiannya. Membuat perempuan ini menegang, memegang pakaian sang kekasih dengan erat. Sambil terus mencium kepala, dahi, mata, pipi dan seluruh wajah Airi, tangan Atobe menyelusup pada rok sepaha yang dikenakan oleh cewek ini. Menuju lubang vagina berbungkus celana dalam yang belum lama ini dijamahnya.  

Airi berjingkat kaget merasakannya. Makin mengeratkan pegangannya pada lengan kemeja Atobe. “Keigo..hei..jangan..”

“Kau sudah mandi kan tadi? Berarti sudah dibersihkan bukan, noda darah itu?” desahnya ditelinga Airi.

“Su-sudah..tapi..ahhnn..jangan disini.” Airi mendesah. Cukup menggoda ditelinga sang pelaku.

Atobe mengabaikan perkataan Airi dan makin gencar menggerakkan tangannya. Perlahan, ia mencari lubang milik Airi dengan jari tengah tangannya. Terus, tanpa sekalipun memberi ciuman penenang maupun perangsang untuk lawan mainnya. Sehingga Airi meracau, mendesah, mengeluh, mengumpat sendirian sedangkan Atobe tersenyum dalam ekspresi sadis melihatnya seperti itu.

“Heh...jangan tegang seperti itu. Kau bisa menciumku kalau kau benar-benar tidak tahan, Ai. Itu bisa membantumu lebih rileks.” ujar Atobe dengan desahannya.

“Kenapa tidak melakukannya dari tadi! Kei..go..kau..menyebalkan..” cewek kelahiran 30 Oktober ini dibuat kesal kembali sambil merasakan sensasi basah dari lubang vagina dan membuatnya menjerit “Ngahnn..Keigo cium aku!!”

“Segera.”

Dua bibir yang menyatu, bergerak liar memaksa dua sejoli ini membuka mulut lebih lebar demi kepuasaan. Tanpa peduli akan tangan Atobe yang mulai berpindah ke bagian vitalnya, Airi melingkarkan tangannya ke leher pria yang ada dihadapannya.

“Buka kakimu lebih lebar lagi, Ai.” ucap Atobe saat bebas dari mulut Airi. Dijawab dengan gelengan pelan, tapi wajah menangis dan malu-malunya saat menggeleng inilah yang membuat jantung penerus keluarga Atobe berdebar makin tidak karuan. Gemas, sampai tidak ingin kehilangan momen berharga ini. Setelah mencium lembut dahi Airi, Atobe memaksa kaki cewek ini naik ke atas perlahan. Namun Airi makin mengukuhkan kakinya di atas tanah. “Buka kakimu atau akan kusuruh hal yang lebih memalukan dari ini.” Ucapan Atobe yang terdengar mengancam membuat Airi menurutinya. Lagipula hanya membuka lebih lebar lagi, pikirnya.  

Setelah permintaannya dituruti, Atobe langsung memasukkan satu tangannya pada lubang milik murid pindahan ini. Membuat Airi makin menegang dan memegang erat kemeja yang dipakai Atobe. Membuatnya tidak rapi.

“Hahh..hahh..sakit..uhnn..Keigo..hentikan.” Airi merintih, tertunduk lemas.

“Maaf Ai. Tapi..aku tidak bisa. Uhhn..” Atobe ikut mendesah, “Aku tidak bisa berhenti sebelum punyamu basah. Dan..mengeluarkan lebih banyak cairan lagi.”

“Hnn..ahh..hentikan...berhenti mendesah ditelingaku, hentai. Suaramu terlalu..menggoda..akhh!” seru Airi saat tiba-tiba tangan Atobe menyentuh titik sensitifnya. “Hentikan..hentikan..hentikan.”

“Mendesahlah. Itu lebih baik daripada kau hanya mengucapkan sumpah serapah.” Atobe berkomentar sambil masih mengorek-ngorek milik Airi

“Tidak mau. Justru...hhngg..justru...kau yang harusnya berhenti. Kau tega melihatku kesakitan begini.”

“Heii..ayolah. aku bahkan baru memasukkan 1 jari kedalamnya. Belum...”

“Akhhh!”

“Uh..2 jari.” Atobe melanjutkan kata-katanya yang sempat terputus karena memasukkan 2 jarinya ke lubang Airi. Membuat yang bersangkutan makin bergetar hebat karenanya.

“Kkh..tadinya kan....uhh..” Airi terlihat menghembuskan nafas satu-satu. Mencoba mengatur nafas yang terasa berat untuk dilepaskan.

Atobe yang tidak tega namun juga masih belum merasa puas, memilih mengatakan “Mendesah saja, Ai. Itu baik untukmu...dan untukku. Percayalah padaku.”

“Uhh..tidak mau..memalukan. Ah..ah..” ucap cewek ini masih tersengal-sengal.

“Bukannya tadi pagi bisa?”

“Urusai! Ahh..ahh...Atobe berhenti, aku..aku tidak kuat lagi. Uhh..uh..” seru Airi mengeluh saat Atobe makin cepat memainkan jari tangannya.

“Tidak mau. Sebelum kau mendesah seperti yang aku katakan, jangan berharap aku berhenti.”

“Kau ini..hakh..terlalu banyak maunya ya? Akhh..akh..berhenti..uhmm..hnn..” Suara desahan Airi terganggu akan mulut Atobe yang menguncinya. Wajah Airi yang menggemaskan saat mendesah ditemani garis memerah, membuat cowok narsis ini tidak tahan untuk mempertemukan bibir mereka yang ranum.

“Lagi Ai…lagi..” digerakkanya terus jari tangannya untuk menjelajahi kemaluan Airi.

“Uhh…su-sudah…aku tidak kuat lagi. Keluar…Kei…akhhhh!!” Sebuah jeritan mewarnai akhir perhelatan mereka berdua. Atobe merasakan cairan hangat yang keluar lebih banyak dari lubang yang ia permainkan tadi.

“Kau ber-orgasme terlalu cepat Ai. Padahal aku masih belum mau mengakhirinya.” ucapnya sambil melihat kedua jarinya yang sudah basah itu.

“Kau ini…hahh..hahh…” Airi tetap berpegang erat pada kemeja Atobe. Memberi waktu sejenak pada daerah sensitifnya untuk menutup setelah dibuka paksa oleh Atobe. Melepaskan nafasnya perlahan untuk lebih tenang. “Memangnya..kau sendiri tidak begitu hah?” tanyanya, sambil merasakan sesuatu yang menonjol dari bagian bawah tubuh Atobe.

Sedikit terkejut karena Airi menyadarinya, namun Atobe tersenyum menantang kemudian “Heh..lakukan saja kalau kau bisa.”

“Ehh? A-apa maksudmu?”

“Giliranmu. Sekarang, buat aku puas dengan lidahmu, Ai.” ucap Atobe.

“Kau masih kurang puas HAHH?! Aku kurang menderita seprti apa sampai kau puas?!”

“Sudah lakukan saja.”

“Lakukan apa…hehh?” Airi berjingkat kaget, saat Atobe membawa tangannya memegang sesuatu yang berbentuk lonjong dan keras dibawah tubuhnya. Meskipun melihatnya dengan takut-takut, Airi dengan yakin tahu bahwa itu adalah alat vital Atobe yang tengah ber-ereksi sekarang. “Keigo..hentikan. Apa yang mau kau lakukan?”

Tidak mendengar apa yang dikatakan kekasihnya, Atobe sibuk sendiri memainkan ‘miliknya’ dengan tangan Airi. Namun karena tahu Airi tidak biasa melakukan hal yang seperti ini, tangannya ikut memandu di atas tangan gadis ini. Memaju mundurkan gerakan tangan mereka, hingga Airi terbiasa dan mantap memegangnya.

Airi hanya bisa tersipu malu mendapati tangannya memegang kemaluan milik Atobe. Dan desahan nafas ‘nikmat’ dari pemuda ini makin menambah rasa malunya yang ingin disembunyikan. Berkat arahan tangan Atobe, cewek yang sebenarnya sedikit tomboy ini mulai mengerti bagian mana yang membuat Atobe mendesah hebat. Dan Airi sadar, bahwa suara desahan Atobe membuatnya terangsang lebih jauh.

“Ke-Keigo..” panggilnya.

“Ahhn..uhh..apa, A-Ai? Akkhh…” Sekali lagi, Atobe mendesah tidak tahu malu (#gantung authornya!) saat tangan Airi bergerak mendekati buah zakarnya.

“Kau…tidak apa?”

“Tentu. Hahh..hah..menyenangkan Ai. Tanganmu yang memegang milikku ahh..benar-benar membuatku senang.” Dengan nafas yang berkejaran dengan desahannya, Atobe berjuang untuk menyampaikan isi hatinya.

“Be-begitukah?” Airi tersipu. “Kalau begitu, sudahi saja ya..”

“..Lakukan dengan mulutmu.” kata Atobe menginterupsi.

“Apa?” tanya Airi, linglung.

“Sebentar lagi, puaskan aku dengan mulutmu Ai.”

Atobe kembali menyatukan bibir mereka dengan French Kiss liar khasnya. Mencium dari arah kiri dan kanan, mencium tanpa memberikan celah bernafas untuk Airi, mencium hingga lidah mereka yang bertarung ketimbang mereka sendiri yang berciuman. Menghasilkan air liur yang menggoda untuk menjilat milik Atobe.

“Tidak. Aku tidak pernah melakukan hal itu sebelumnya. Tidak mau.”

“Karena itu akan kubantu. Naa..? Lakukan untukku, Ai.”

“Kei…ungg..ahh..” ucapan Airi lagi-lagi teputus karena ciuman mendadak Atobe. Ciuman liar kedua yang membuatnya mabuk kepayang.

#####

“Duduklah. Masukkan mulutmu ke milikku, perlahan.” ucap Atobe memberi arahan. Airi yang masih belum siap, hanya menutup mata. Berdebar tidak karuan akan pengalaman pertamanya. “Tidak apa. Tutup saja matamu.” bisiknya kemudian.

Gadis bermarga Kazehaya ini perlahan turun, dengan mata tertutup. Mendudukkan kedua kakinya sesuai perintah Atobe. “Ahh..jangan. Naik sedikit. Mulutmu tidak akan sampai.”

Dicobanya berdiri sedikit demi sedikit hingga terdengar suara Atobe selanjutnya. “Cukup. Lakukan sekarang.” Masih dengan takut-takut, Airi membuka mulutnya bersamaan dengan Atobe yang memasukkan alat vitalnya perlahan. “Kau merasakannya bukan, Ai?”

Airi hanya mengangguk.

“Kemarikan tanganmu.”

“Ngg..untuk apa?”

“Lakukan saja.”

Setelah mengulurkan tangannya, Atobe menyambut dan meletakkan tangan Airi di alat vital miliknya. Tangan gadis tersebut yang terasa masih kaku saat memegangnya, membuat Atobe tertawa geli melihatnya. Untungnya, ia bisa mengendalikannya.

“Lakukan Airi. Seperti yang tadi dengan tanganmu.”

Yang diberi perintah sudah siap menggerakkan tangannya saat Atobe berlanjut “..Tapi kali ini, dengan mulutmu.”

“A-aku akan berusaha.” ucapnya kemudian. Membuat Atobe kembali menahan tawa karena geli akan ucapannya barusan.

Ya, benar sekali. Airi akan berusaha. Dia akan berusaha membuat Atobe puas. Dia akan berusaha membuat Atobe mengeluh lebih dari yang ia desahkan tadi. Dia akan berusaha, membalas perlakuan Atobe tadi, yang telah membuatnya mengeluarkan desahan memalukan dari mulutnya.

Dijilatnya permukaan penis Atobe yang setengah basah sekarang dengan lidahnya. Perlahan menyusuri semua permukaan dan berlanjut memasukkan kemaluan Atobe ke dalam mulutnya. Gerakan maju mundur seperti yang kekasihnya bilang tadi, ternyata memang terasa lebih menyenangkan ketimbang hanya bermain dengan tangan saja. Setetes demi setetes peluh Atobe bercucuran jatuh mengenai dirinya yang sudah berani membuka mata. Sejenak dilihat wajah Atobe yang berada diatasnya. Humph..sungguh suatu pemandangan yang menyenangkan melihatnya mendesah dengan muka memerah sambil menyandarkan kedua tangannya pada pohon didepannya.

“Hahh..hah..ternyata, kau jago juga..khh..ya?” Atobe mengeluh sebelum menyelesaikan kalimatnya.

“Puah..bukannya, kau yang mengajariku?” jawab Airi setelah melepaskan alat vital Atobe dari mulutnya.

“Oresama, pengajar yang handal bukan?”

‘Duhh..orang ini. Narsisnya kok kumat disaat begini ya.’ Airi yang mendengar langsung ilfil dan hampir tersedak menelan ludahnya sendiri.

“Ai..”

“Ngg?”

“Aku mencintaimu.” ucap Atobe sumringah. Santai, tanpa beban. Seperti anak kecil yang menyatakan rasa suka pada cinta pertamanya tanpa malu-malu.

Airi terkejut mendengar dan memerah karenanya, tapi tetap dalam pose cool nya menjawab “Sayangnya aku tidak.” Yang kemudian berlanjut mengulum kembali penis Atobe sambil mendengarkan desahan menggoda dari sang pemilik alat vital.

“Ahhn…Ai. Bagus, lakukan lebih cepat. Uhhnn..lebih dalam lagi. Ahhh…” Atobe meracau sendiri, memerintahkan Airi untuk ini itu agar kepuasaannya terpenuhi. Butir-butir peluh makin memenuhi kaos tanpa lengannya. Udara semakin panas padahal kemeja yang ia gunakan sudah ia tanggalkan dari tadi. Dicobanya bernafas berirama dengan desahannya, namun terkadang kuluman mulut Airi membuatnya berjingkat nikmat mengalahkan nafasnya.

Sudah kesekian kalinya Airi menjilat dan mengulum ‘milik’ Atobe untuk mengusir kebosanan melakukan hal tersebut berulang-ulang. Namun si empunya belum juga menandakan bahwa ia menyerah dan mengeluarkan desahan lebih dari sekarang. Hingga kembali dikulumnya kembali, lebih dalam lagi. Hingga menyentuh buah zakar yang menggelantung dibelakang penis Atobe.

“Akhhhnn..” Atobe bergetar hebat saat mulut Airi menjilat daerah sekitar situ. Diulangnya tanpa henti sambil menjilat kembali penisnya. Lebih cepat. Dan lebih dalam. Membuat Atobe mengeluhkan desahan lebih banyak dari yang tadi ia ucapkan.

“Ai...Ai....akhh...kau pintar. Lakukan lebih cepat lagi. Ngahh...spermaku hampir keluar. Lebih..lebih cepat...kh..uaakhhh..kh..!” Atobe mendesah keras begitu cairan yang ia sebut sperma itu meluncur keluar tanpa bisa ditahan. Airi yang tahu bahwa segumpalan cairan akan keluar langsung mengeluarkan mulutnya. Sebelum cairan tersebut tertelan masuk kedalam mulutnya sambil melihat secara langsung sperma Atobe berhamburan kemana-mana.

Atobe jatuh terduduk dihadapannya,. Terlihat lemas namun senyum diwajahnya mengartikan bahwa lemasnya ini membahagiakan. “Hahh..hahh...terima kasih ya, Ai. Ternyata hahh...kau lebih hebat hahh...dalam memuaskan, lebih dari perkiraanku.” Di pegangnya wajah Airi dengan mulut yang ranum dan basah.  Memberikan seulas senyum bahagia dan tulus.

“..hngg..iya, sama-sama.” Karena sifat pemalunya, Airi menyembunyikan wajah merona merahnya dengan memalingkan wajah. Namun sudah terlanjur ditarik kembali menghadap Atobe yang bernafsu menciumnya tanpa henti. 

 **************

JENG JENG! 
Sebenernya, cerita ini ingin diteruskan lebih panjang. Tapi karena janji publish-nya sebelum berangkat kuliah lapangan di Bali, jadi terpaksa ngebut ngerjain sekarang.

DAN DAN DAN!! Ditengah deadline FF ini, semalam saya mendapat ide untuk FF terbaru~
Yatta ze!
Begitu kangennya saya sama tokoh Shaoran di CCS membuat saya tidak tahan untuk berfantasi tentang cinta everlasting dia kepada Sakura. Uhh..mereka fave pair saya dari dulu, sekarang dan selamanya.

Jaa...karena FF ini akan berlanjut setahun lagi, jadi meskipun diteror, saya akan mementingkan FF lainnya yang terbengkalai dulu. Kalau pun misal ada ide untuk melanjutkaN dan publish FF ini, pasti sudah saya lakukan, mengingat ternyata ada juga pembaca FF bejat kayak gini.
Jujur, ini FF belum maksimal. Typo yang tidak disadari, adegan yang seenaknya sendiri, lalu sifat karakter yang tiba-tiba berubah ditengah cerita akan jadi salah satu kritik kalau para readers mencermatinya.

Akhir kata :

CONTINUE

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

You have klik in Comment. So, comment which make me better. Douzo!