Front Office

Minggu, 02 Januari 2011

Atobe, is it your love or ..... (chapter 2)

Minna konbanwa! 
Sesuai janji dan sesuai keinginan (saya), akhirnya ini ff bisa di post juga *gak ada yg nunggu* 

Sama halnya dengan PERINGATAN di chapter pertama, di ff ini gak cocok dibaca ama reader dibawah usia 17 tahun ke bawah. soalnya ada sedikit adegan yang gak senonoh. 
Atobe : kalo gitu, jangan bikin ff kayak gini. 
Vee : kan aku writer nya. wekkkk...  :P

Atobe, is it your love or... (chapter 2)
Disclaimer : Om Takekon. Maaf, karakter mu di buat ancur olehku.


 Current mood : doki-doki
Rate : M
Note : OC + OOC banget Atobe nya. ada sedikit (?) adegan gak baik buat di tiru. Bagi yang gak suka OC di jamah sama Atobe, segera pindah ke postingan lain di blog ini.

****

“Ke-Keigo.....!” kontan, aku kaget dia melakukan hal itu. Tapi entah kenapa, tubuhku sama sekali tidak mau menolak. Hanya bisa mengeluh. “Karena hal inilah, aku membencimu. Keigo...bodoh....”
“Humm...meskipun kau membencinya, tapi kau tidak menolaknya, bukan?” dengan masih menciumi leherku, Atobe mulai memainkan tangannya untuk memegang daguku untuk menghadapnya dan mencium bibirku kembali.  
“Ato...ummm....” Atobe tidak membiarkanku berbicara. Dilumatnya habis bibirku seakan aku akan menghilang jika ia melepaskan ciumannya. Memang, kejadian dulu hingga meninggalkannya, adalah kesalahanku.


Hyoutei, setahun yang lalu....
“Ehh? Perusahaannya bangkrut?!”

“Iya. Sebenarnya hal ini sudah kami berusaha benahi sebelum menjadi gawat seperti sekarang, tapi keadaan kali ini tidak bisa kami kendalikan lagi. Karena itu, sebelumnya kami minta maaf.”

“Ehh? Untuk apa?”

“Ini berkaitan dengan sekolah yang anda tempati sekarang. Kami mohon maaf, tidak bisa membayar sekolah Hyoutei anda mulai saat ini.”

“.......”

“Keadaan nona Tomo sangat tidak karuan, sehingga saya menggantikannya meminta maaf pada anda. Mohon maaf.”

‘Ehhh.....’ teriakku dalam hati yang tercengang karena kabar mendadak ini. ‘Kalau begitu, mulai sekarang, aku harus membiayai sekolah ini sendirian?’ tanyaku pada diriku sendiri.

‘TIDAKKK!! Hyoutei termasuk sekolah mahal, tidak mungkin keluargaku yang miskin bisa membayar seluruhnya!!!’ teriakku histeris didalam hati sambil berlari sekencang-kencangnya ke rumah.

Aku meninggalkan kota tempatku bersekolah bersama keluarga setelah rumah yang kami tempati atas nama keluarga Tomoka, yang notabene sama seperti Atobe, perusahaan kelas besar dan internasional, di usir semena-mena oleh pihak bank. Tanpa mengatakannya pada siapapun, bahkan Atobe sebagai orang yang kucintai saat itu.

Awalnya aku tidak berniat masuk ke Hyoutei karena biaya dan para murid yang bersekolah disana bukanlah murid biasa. Mereka harus memiliki bakat yang sudah terbukti dengan sertifikat kejuaraan yang telah diikuti. Atobe jelas, ia memiliki perusahaan yang membuatnya berkuasa dan kemampuannya yang lain yang membuatnya digila-gilai oleh fans club nya sejak masuk Hyoutei. Sedangkan aku, hanya sertifikat kejuaraan beladiri yang levelnya hanya tingkat provinsi dan tidak bergengsi.

Aku masuk ke Hyoutei ini atas kebaikan Tomoka, temanku. Berkatnya, aku bisa merasakan kehidupan sekolah di  Hyoutei. Ia yang membiayai seluruh uang sekolah dan uang sakuku. ‘Aku ingin Airi bersekolah di Hyoutei. Gantikan aku bersekolah disana.’ ucapnya memohon padaku.

****
“Begitukah?” tanya Atobe padaku saat aku selesai bercerita yang sebenarnya. Aku hanya mengangguk menjawabnya. Aku mengatakannya (tepatnya mengakui) beberapa jam setelah tingkah Atobe terhenti saat ia puas menciumiku hingga ia sendiri kehabisan nafas.

“Maaf, bukannya aku tidak mau mengatakannya padamu, tapi waktu itu aku benar-benar kalut untuk mencari tempat tinggal.”

“....” Atobe memandangku dengan pandangan mulai mengerti keadaanku. “Kalau kau menghubungiku saat itu, aku bisa memberikanmu tempat tinggal sementara di rumahku.”

“Kau gila.” jawabku tenang. “Kalau aku tinggal dirumahmu yang luas itu, akan banyak gosip buruk menghampirimu di sekolah nanti, lagipula keluargaku pasti tidak terbiasa untuk tinggal dirumahmu yang super besar itu. Dan juga, aku sudah menemukan rumah yang nyaman di kampung halaman ayah dan sekolah yang cocok dengan keadaan ekonomi keluarga.” ucapku dengan nada seakan-akan menikmatinya.

Padahal aku menderita, tidak bisa bertemu dengan Atobe, tidak bisa mendengar suara Atobe, takut dipukul olehnya saat bertemu lagi (hiks...). Aku begitu menderita seminggu pertama bersekolah di desa, tapi teman-teman yang ramah membuatku bertahan dan mengajak melakukan berbagai kegiatan sehingga sedikit semi sedikit, aku bisa melupakan Atobe dan kehidupanku di kota. Salah satu kelebihan yang aku dapat dari penduduk desa, keramahan. “Dan kau harus meminta maaf padaku karena telah melecehkan sekolahku, yang kau bilang miskin itu.”

“Arn~ tapi sekolahmu memang miskin kan” ucap Atobe seolah mengejek. Aku hanya diam di skak mat dua kali olehnya. “Yang jelas, mulai sekarang kau bersekolah di Hyoutei.”

Dan disinilah aku berada sekarang. Hyoutei gakuen. Kembali lagi...ke sekolahku yang dulu. Dan kembali...di incar oleh para penggemar Atobe. Aku bahkan belum berteman dengan seorang teman pun karena Atobe selalu ada disampingku. Baik itu dikelas, dilorong saat perpindahan kelas ataupun istirahat. Aku bagai anak kecil yang harus dan selalu ditemani kemanapun aku pergi, bahkan lebih parahnya, aku seperti Kabaji kedua bagi Atobe. Tuhan....apakah aku salah menyukai orang bernama Atobe Keigo....

***

“Ai, temani aku selepas pulang sekolah ini.” pinta Atobe

“Setiap hari juga, aku selalu menemanimu pulang, Keigo.” jawabku malas.

“Tapi kali ini, aku ingin pergi ke suatu tempat yang sedikit lebih jauh dari sini.”

“Memangnya kau mau kemana?”   

“Onsen”

“Hekh??!”


Di pemandian air panas kota sebelah....

“Kita benar-benar ke onsen malam-malam begini?”

“Jangan bicara seolah-olah kau ada disini jam 11 malam. Ini baru jam 7 malam.” ucap Atobe memperingatkanku sesaat keluar dari mobil.

“Sama saja. Yang penting sudah tidak ada matahari di atas langit.”

“Ayo masuk.” ucap Atobe tanpa menghiraukanku.

‘Tidak biasanya, Atobe mengajak pergi ke onsen. Apa…ada yang disembunyikannya?’ pikirku. Atobe mesum sih.

“Uwaa…” teriakku pelan karena tidak melihat tangga kecil didepanku.

“Heii, itu kan hanya pembatas untuk melepaskan sepatu. Kenapa kau bisa tersandung, arn~?” kata Atobe mengejekku.

“…huh..” dengusku kesal mendengarnya. “Ini karena memikirkan kau orang yang mesum mengajakku ke onsen malam-malam begini.” jawabku santai.

“Huhh…kau yang mengatakan hal itu. Jangan salahkan oresama kalau benar-benar melakukannya.” tantang Atobe

‘Umm….sepertinya aku sudah menginjak ranjau, tinggal menunggu untuk meledak.’ 

***

Setel;ah berhasil untuk meminta ‘free time’ dengan Atobe, aku menuju kamar tempatku menginap. “Onsen yang bagus kalau dipikir bahwa onsen ini sudah di booking oleh Atobe, si jutawan.” pikirku sambil menelusuri kamar. Balkon di bagian belakang kamar, menyajikan pemandangan danau yang luas dengan air yang tenang. Pantulan bulan purnama makin menambah keindahan danau ini. Tapi aku merasakan sesuatu yang lain selain perasaan senang dan kagum. Perasaan yang menyergap karena sendirian dikamar saat melihat hutan yang ditumbuhi pepohonan begitu gelap tanpa lampu. Aku benci mengatakannya saat menyadari kalau aku takut dengan pemandangan tersebut. Apalagi, bulan purnama sedang bulat-bulatnya. Tidak salah kalau-kalau didaerah hutan seperti ini ada serigala yang berkeliaran.

‘Auuuu..’

Merinding rasanya mengingat seruan serigala saat sendirian dikamar yang baru hari ini kutempati. Dengan cepat pikiranku memerintahkan untuk pergi dari balkon dan segera pergi mandi air panas. Tanpa perlawanan, tubuhku menjalankan perintah tersebut
  

“Keigo, kau sudah tidur?” tanyaku sambil membuka pintu kamar. Atobe tertidur pulas dengan berantakan, pemandangan yang jarang aku lihat dari seorang Atobe sama. “Dia tidur atau pura-pura tidur sih sampai kaleng minuman ada disini juga?” ucapku sewot melihat kamar Atobe berantakan.

“Ungg...Ai...” ucap Atobe ngelindur. Bahkan didalam mimpi pun, dia membawa-bawa namaku. “Dasar tidak sopan.” keluhku sambil beranjak melewati Keigo untuk kembali ke kamarku sendiri.

“Uwaaa.....!!” teriakku saat ada sesuatu yang menahan kakiku untuk berjalan.

“Ai....” gumam Atobe, yang ternyata memegang kakiku saat itu. “..hanganh...perghi...” gumaman Atobe makin tidak karuan. Dia bangun sambil berdiri sedikit dari futon-nya.

“Kau bicara apa, hah?” tanyaku sambil duduk berjongkok didepannya. “Hmmm....? Mukamu merah. Kau demam?” ucapku saat melihat ada yang berbeda dengan wajahnya. Kutempelkan dahiku ke dahi Atobe untuk merasakan panasnya. “Tidak panas kok...”

“A..i...” gumam Atobe lagi sambil berusaha memelukku yang sukses membuatku terjatuh kebelakang.

“Uwaa...Keigo, ayo bangun!” rontaku karena tertindih tubuh Atobe.

“Tidak mau....Aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi. Tidak akan....hik!”

“Eh?” terdengar suara dari mulut Atobe

“Hik!”

“....Kau..mabuk?”

“Tidak..hik!”

“Sudah jelas kau mabuk. Memangnya tadi kau minum apa?”

“Hanya jus kaleng yang disediakan onsen ini.”

‘Benar hanya jus?’ pikirku ulang

“Ai, tubuhmu harum dan....hangat”

“Tentu saja tubuhku hangat, aku baru saja keluar dari pemandian.”

“Hmm...” kata Atobe sambil menyesap aroma tubuhku. “Ternyata tidak sia-sia aku mengajakmu kesini. Aku bisa merasakan tubuhmu yang hangat dan wangi ini....hik!”

“Heii...kau mengajakku kesini bukan karena ada alasan khusus dan spesial (pake telor *plak*) untuk memenuhi keinginanmu yang bejat itu kan?”

“Arn~? Memang sejak kapan oresama punya keinginan bejat?” tanya Atobe yang membuatku salut karena ia masih bisa berpikir panjang meskipun dalam keadaan mabuk.

“Sejak kau memaksaku untuk jadi kekasihmu setahun yang lalu.”

“Oresama tidak pernah memaksa seseorang. Kau sendiri pun menjawab iya bukan?”

“…..” aku terdiam mendengarnya sebelum menjawab. “Mungkin”

“Aku sudah seperti ini, dan kau masih tidak mau menjawab ‘iya’?” ancamnya karena tidak mendengar kata ‘iya’ dari mulutku.

“Maksudmu ‘sudah seperti ini’?” tanyaku tidak mengerti yang langsung disambut dengan ciuman Atobe. Tanganku memberontak menyadari maksud Atobe tapi dengan mudahnya dihempaskan ke lantai kayu dan mengunci gerakanku. “Unngg….Keigo, hentikan!” kataku setelah akhirnya ia melepaskan bibirku tetapi malah mulai menjamah leherku yang tanpa pertahanan.

“Oresama sudah mengatakannya dari awal bukan? Jangan salahkan oresama kalau benar-benar melakukan hal mesum karena perkataanmu tadi.” ujarnya sambil melanjutkan upacara menjamah leher.

Leherku makin basah karena berkali-kali dicium olehnya. Hal itu sukses membuatku makin terangsang dan dadaku bergemuruh karenanya. Setelah puas, Atobe kembali mencium bibirku sambil tanpa ijin melepas sabuk yukata yang kugunakan.  

Gerakan liarnya semakin menjadi-jadi. Tanpa permisi, tanpa aba-aba, tiba-tiba tangannya telah berhasil meremas dadaku yang kecil. Erangan kaget yang kuhasilkan mampu membuatku kaget dan menghentikan suara memalukan tersebut.

“Hmmm….kenapa? Padahal itu erangan yang bagus. Lanjutkan, Ai.” Atobe malah membuatku terangsang dengan memegang dadaku lebih kuat lagi. Sial, aku tidak tahan lagi!

“Unggg…akkhh….tidak, Atobe…hentikan…kau membuatku…argghhh….”

“Arn~? Aku tidak dengar. Katakan sekali lagi.”

“Hentikan! Kau malah membuatku makin terangsang! Ugghhh….!” eranganku makin menjadi-jadi karena gerakan Atobe yang mulai menjilatinya. “Ternyata memang benar, Atobe…kau…mengajakku ke sini….untuk melakukan hal ini bukan?”

Seketika itu juga, gerakan mesum Atobe terhenti dan menatapku tajam “Akan kuajarkan kau, bagaimana bercinta dengan oresama.” tampaknya ia benar-benar mabuk.

“….hekhh?!” ucapku kaget mendengarnya. Buru-buru aku menambahkan “….tidak, tidak usah. Aku akan mempelajarinya nanti kalau aku sudah menikah. Jadi kau tidak perlu berbaik hati untuk mengajariku.” 

“Oresama lah yang akan jadi pasangan pengantinmu nanti. Jadi aku tidak sedang berbaik hati mengajarimu, Atobe Airi.” ucapnya menggodaku sambil tersenyum. Hampir saja senyuman itu menyihirku untuk luluh kepadanya. Tapi saat sadar bahwa Atobe sedang lengah tidak “mengunci” tubuhku, aku berusaha kabur dengan membalikkan badan. 

“Arn~? Kau mau kemana, Ai?” tanya Atobe kembali “mengunci” gerakanku. Sedikit demi sedikit, yukata ku makin melorot hingga terbuka sebagian. Tidak masalah karena memang Atobe lah yang membuka paksa yukata ini. Tapi tetap saja!! Malu rasanya melihat Atobe menyaksikan hampir seluruh tubuhku tanpa busana. Untung saja kali ini, aku tidak perlu  bertatap muka langsung dengannya. “Mau kabur dariku?” bisiknya ditelingaku.

“…..!” Ini gawat! Suara rendahnya di telinga ini malah membuatku luluh meskipun tanpa melihat. Aku bisa merasakan wajahku memerah seperti kepiting rebus saat ini. Apalagi lagi-lagi, Atobe kembali menjilati kuping dan leherku kembali. “Uhh..uhmm…”

Dengan lembut meskipun terkesan semaunya, Atobe memalingkan wajahku untuk saling berciuman kembali.

“Keluarkan lidahmu….”
‘Ehh…?’
“…buka mulutmu…”
‘Ehh?’
“….dan gunakan lidahmu untuk merasakan ciumanku, Ai.”

‘Ekhh?! Tunggu sebentar! Kenapa bibir dan lidahku mengikuti apa yang dikatakan Atobe tadi!’

“Ternyata memang benar.” ucap Atobe tiba-tiba. “Posisi seperti ini tidak baik untuk dilanjutkan 2 jam kedepan.”

“Hahh?”

“Ayo, menghadaplah kemari, Ai.”

“Siapa yang mengatakan kalau aku akan menemanimu sampai 2 jam, hahh?” Pertahanan terakhir bisa ditembusnya dengan mudah kalau begini terus. Pokoknya, aku harus melakukan sesuatu!

“Lepaskan aku, Atobe Keigo!” teriakku

“…..!”

“………”

“………”

“………” lama tidak terdengar jawaban. Sempat terpikir, apa aku terlalu keras membentaknya? Dan kenapa..suara cegukan tadi tidak terdengar lagi sekarang? Dia mabuk kan?

Saat memikirkan hal itu, wajah Atobe berubah ekspresi. Wajah menggodanya barusan, menghilang. “Aku tidak akan memaksamu melakukannya kalau kau memang tidak mau.”

Mataku mengerjap bingung mendengarnya. “Hahhh?”

“Akan kupastikan kau jadi milikku sebelum kau direbut orang lain! Baik dirimu bagian luar….maupun bagian dalam….” ucap Atobe serius sambil menciumku. Kali ini bukan dibibir, leher maupun telingaku. Wajahku makin memanas menyadari Atobe mencium kakiku hingga bagian selangkangan. “….Kei!” teriakku kaget.

“Ehh?”

….Ke-kenapa?” tanyaku balik

“Sudah lama, kau tidak memanggilku dengan nama itu.” katanya sambil semburat merah muncul diwajah.

Heiii…pernahkah kau melihat Atobe bersemu merah? Kalau belum, kau bernasib sama denganku. Baru kali ini sejak bertemu dengannya, aku melihat wajahnya seperti itu. Gerakanku terhenti memandang Atobe. Dia…manis juga ternyata.

Atobe pun tersenyum melihatku. Dengan cepat, dia memeluk dan menjatuhkanku kembali. Kali ini, tanpa perlakuan mesumnya. Sambil mencium dahiku, dia mengatakan dengan serius “Aku mencintaimu. Percayalah. Tidak akan kubiarkan keperawananmu diambil selain olehku.”

“……” aku menyipitkan mata mendengar kata-katanya. “Tapi tidak perlu mengucapkan ‘kata tabu’ itu kan. Kau ini!” protesku sambil memukulnya pelan.

“Hahaha….” tawanya pelan, sembari kembali memelukku lebih erat lagi. Aku pun balas memeluknya.

Dalam hati aku berpikir bahwa jika saja Atobe bisa memperlakukanku lebih lembut dan tidak sombong seperti sekarang, pandanganku padanya pasti sedikit lebih baik. Yahh…setidaknya aku tidak perlu shock karena tidak perlu beradaptasi dengan sikapnya sekarang. Dulu Atobe sangatlah baik, meskipun memang sombong karena mungkin itulah ajaran yang diberikan orang tuanya yang menganggap Atobe adalah satu-satunya pewaris Atobe Group selanjutnya, tapi sombongnya tidak separah sekarang!

“Sudah lama aku tidak mendengarmu memanggilku ‘Kei’, Ai. Karena aku yakin, hanya kaulah yang memanggilku seperti itu.” ucapan yang sangat lembut dan romantis itu akhirnya membobol pertahananku untuk mengakui rahasia yang selama ini kupendam.

“Aku memanggilmu seperti itu, karena aku sengaja mencari panggilan yang tidak diucapkan kebanyakan orang yang mengenalmu. Kau special untukku, kau berharga untukku…” belum sempat kuucapkan semua kata-kataku, Atobe malah kembali menyatukan bibir kami berdua dengan lembut. Yahh…sangat lembut. Tanpa paksaan seperti tadi. Meskipun terkejut, tapi aku juga membalasnya dengan makin menekan kepala Atobe yang berada diatasku untuk memperlama ciumannya. Baru kali ini aku menikmati ciuman Atobe, meskipun ia mulai sedikit liar kembali dalam melakukannya.

Tangan Atobe, yang seperti tangan orang dewasa, besar dan kuat, menjamah wajah ini sambil menatapku saat melepas ciumannya. Pandangan kasih sayang yang aku lihat, inikah yang selalu Atobe tunjukkan saat aku memalingkan muka menghindari ciumannya?
“Unngg…uhhnn…mm…Kei..”
“Ngg…ahh…Ai..umm” erangan Atobe saat melakukan French kiss denganku membuat debaran jantung ini makin tidak karuan. Tubuhku makin dijalari rasa panas dingin saat tangan Atobe mulai menjelajahi tubuhku yang setengah terbuka. Tangannya yang kuat mengikuti lekuk tubuh sambil menciumi leher dan badanku.
“Uhh…Kei, jangan aneh-aneh.”     
Gerakannya terhenti sesaat, sambil melihatku  “…..Tapi aku  kan belum melakukan apa-apa.”

“APANYA YANG BELUM APA-APA?!!!” teriakku sambil mendorongnya menjauh dariku. Atobe hanya terjatuh sambil bengong melihat ekspresiku.
“Oii..Ai, kau mau kemana?!” panggilnya melihatku berdiri sambil membenahi yukata.
“Kembali ke kamar!” jawabku ketus. Segera aku pergi meninggalkan Atobe dan menutup pintu kamarnya.

Aku menjejakkan kaki keras-keras ke lantai kayu penginapan. Aku benar-benar kesal mendengar jawaban Atobe barusan. ‘Masih belum melakukan apa-apa ‘ katanya? Kenapa dia bisa mengatakan hal itu?! Kenapa dia selalu saja mengerjaiku?! Apa aku ini hanya mainan untuknya?! Apa dia tidak pernah memikirkan perasaan orang lain yang dikerjainya?! Kenapa dia senang sekali mengerjaiku?! Bagaimana mungkin orang lain menganggapnya orang yang baik, sempurna, tampan dan kata-kata lain yang menyanjung dia?! Tapi yang lebih parah lagi, kenapa aku tidak bisa membalas perkataannyaaaa!!

Aku menggerutu dan marah sejadi-jadinya saat mereview ulang semua kejadian sejak pertama kali bertemu Atobe di Narwastu. Pintu kayu kamar berdebam sangat keras. Nafasku memburu saat aku terdiam dibalik pintu kamar. Setitik air membasahi lantai tempatku berpijak. Aku yakin ini hanyalah keringat karena amarahku, tapi sedetik kemudian pandangan mataku mengabur saat melihat.
“…Kenapa? …Kenapa aku menangis karena hal ini? Hanya karena hal seperti ini…”  

Yapp...sampai di sini dulu. 
Comment will be appreciate~ 

5 komentar:

  1. AAAHHH.....Ko berhenti c!!???
    > <"
    bikin penasaran d!!

    BalasHapus
  2. lhoo...nie ff bejat abis lho.
    mw di terusin?

    BalasHapus
  3. mau, dng!!
    bejat bejat menarik untuk dibaca, lho!
    *PLAKK*
    Lanjutin, y!!
    Onegaiiii!!!!
    > <

    BalasHapus
  4. lhuooo??
    "bejat bejat, menarik utk di baca?"

    hmm...hmm...oke deh
    bakal saya lanjutin.

    tapi gantian y. stlh saya gak ada ide lagi bwt ff yg lagi di tulis skrg, ff atobe ini ta usahain bwt lanjut lbh bejat.

    BalasHapus
  5. iy, biar dikata bejat tpi menarik untk dbaca..
    ^ ^
    sipp!!!! Kpan aj dlnjtin blh dah...yg pntg lnjuuuut!!!!
    (manusia yg butuh crta bwt hlngin stress)

    BalasHapus

You have klik in Comment. So, comment which make me better. Douzo!